Jakarta (Antara News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan bahwa putusan hakim tunggal Haswandi yang mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo, membingungkan.
"Kami akan pelajari dulu salinan putusan lengkap hakim, dan kemudian melakukan upaya perlawanan. Putusan ini membingungkan," kata pelaksana tugas (plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Selasa.
Hakim tunggal Haswandi pada hari ini memenangkan gugatan praperadilan Hadi Poernomo dan menyatakan tidak sah surat perintah penyidikan KPK yang menetapkan Hadi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999.
"Mengabulkan permohon praperadilan untuk sebagian. Menyatakan penyidikan yang dilakukan termohon (Hadi Poernomo) berkenaan peristiwa pidana sebagaimana dinyatakan sebagai tersangka terhadap diri pemohon yang diduga melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU 31/1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 20/2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tidak sah," kata hakim Haswandi.
Pertimbangan yang disampaikan oleh hakim adalah penangkatan penyelidik independen KPK bertentangan dengan undang-undang tidak sah sehingga tahapan hukum selanjutnya yaitu penyidikan, penggeledahan dan penyitaan tidak sah sehingga gugatan diterima.
Menurut Johan, putusan tersebut tidak memberikan kepastian hukum.
"Tidak ada kepastian hukum karena dalam putusan praperadilan sebelumnya yang mempersoalkan keabsahan penyidik KPK, hakim memutus bahwa pengangkatan penyidik KPK adalah sah. Kalau penyelidik dan penyidik dianggap tidak sah, maka semua kasus yang dilidik dan disidik KPK akan tidak sah," tambah Johan.
Padahal dalam sidang praperadilan yang dipimpin hakim tunggal Riyadi Sunindyo dalam kasus bekas Direktur PT Pertamina Suroso Atmomartoyo, hakim menyatakan KPK berwenang mengangkat sendiri penyidik yang bertugas untuk melakukan penyidikan serta penahanan.
Hakim Riyadi pada 14 April 2015 berpendapat, penyidik yang diangkat oleh KPK tidak harus dari pejabat kepolisian, tetapi bisa merupakan penyidik independen yang diberi kewenangan oleh KPK, merujuk Pasal 39 ayat 3 jo Pasal 45 UU KPK.
Atas putusan tersebut, biro hukum KPK Yudi Kristiana membuat KPK tidak lagi punya urgensi untuk melakukan pemberantasan korupsi.
"Dari putusan tadi terlihat tidak ada urgensinya lagi KPK menjalanlan proses pemberantasan korupsi karena penyelidikan dianggap tidak sah. Alasan penyelidikan tidak sah karena penyelidik diangkat bukan dari kepolisian termasuk penyelidik dalam kasus HP padahal semenjak KPK berdiri penyelidikan dilakukan dengan pola seperti itu," kata Yudi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Yudi menilai putusan tersebut merupakan upaya hukum yang sistematis untuk mendegradasi eksistensi hukum KPK.
"Untuk apa KPK ada? Cukup sampai di sini saja. Atau setidaknya moratorium upaya penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi," tambah Yudi.
Menurut Yudi, konstruksi berpikir hukum seperti itu akan dipakai seluruh tersangka dan terdakwa tindak pidana korupsi akan melakukan peninjauan kembali (PK).
"Dari segi hukum semua dalil, bukti, pendapat ahli sudah disampaikan. Tidak ada yang belum dilakukan.¿ Eksistensi KPK perlu dipertanyakan karena ini akan menjadi bahan PK seluruh terhadap korupsi sebab ini menyangkut penyelidikan dan penyidikan," tambah Yudi.